Me and Jenny Jusuf |
Sabtu, 30 Mei 2015, para pecinta literasi berkumpul di Conclave, sebuah coworking space yang ada di Jalan Wijaya I, Jakarta Selatan. Kegiatan rutin Nulisbuku Club ini pastinya sangat dinantikan karena bulan ini Nulisbuku Club menghadirkan Jenny Jusuf sebagai tamu kehormatan.
Jenny Jusuf |
Jenny Jusuf yang saat ini banyak dibicarakan para pecinta literasi dikenal aktif sebagai penulis, blogger, editor, dan penulis skenario. Keterlibatannya dalam Film Filosofi Kopi, yang diadaptasi dari buku kumpulan cerpen milik Dewi ‘Dee’ Lestari dengan judul yang sama ini, membuat Jenny Jusuf makin bersinar dan naik daun. Antusias peserta Nulisbuku Club sangat terlihat dari semangat mereka yang rela hadir pagi-pagi, bahkan ada yang datang satu jam sebelum acara dimulai. Nulisbuku Club yang kali ini diadakan di pagi hari, yaitu jam 10 pagi, dibanjiri banyaknya peserta yang datang. Peserta yang datang adalah orang-orang yang mencintai menulis dan literasi. Ada yang sudah menulis buku, ada yang ingin belajar menulis buku, dan ada juga yang ingin belajar menulis skenario. Semuanya berkumpul bersama tak mengenal batas. Saya pun selalu senang untuk datang ke sini karena merasa bertemu saudara dengan ketertarikan yang sama. Dengan berkumpul bersama orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama, diri ini merasa lebih hidup, dipenuhi dengan lebih banyak semangat, dan bisa terus belajar dari orang lain. Jujur, saya selalu senang belajar hal yang baru atau belajar dari orang lain. Seperti belajar tentang proses penulisan skenario yang belum saya kuasai.
Dalam acara ini, Mbak Jenny yang saya tahu sebagai orang yang humble, ramah, dan menyenangkan ini bercerita tentang kegiatan menulisnya dan juga proses kreatif yang dia lakukan ketika menulis skenario Film Filosofi Kopi. Mbak Jenny berkisah bahwa baginya menulis itu merupakan proses yang bermakna. Selain sebagai gambaran diri, menulis juga bisa menjadi terapi yang bersifat menyembuhkan. Mbak Jenny pun bilang bahwa dia selalu berusaha memiliki hubungan yang baik dengan cerita yang dia tulis, misalnya dengan cara membuat deskripsi detail tentang karakter-karakter yang dia ciptakan, menghidupkan tiap karakter dalam pikirannya dengan cara merasakan apa yang tiap karakter rasakan dan pikirkan, dan berusaha menghubungkan kisah yang ditulisnya dengan kisah-kisah yang manusia lain alami. Sehingga, tulisan dan kisah yang dia ciptakan dapat menjadi dekat dengan pembaca dan pembaca dapat menemukan dirinya dalam tulisan yang ditulisnya. Mbak Jenny pun mengakui bahwa dirinya menikmati tulisan atau kisah yang memiliki keterikatan atau kesamaan dengan dirinya. Dengan kata lain, dia bisa menemukan dirinya dalam diri tokoh yang dia baca atau tonton dalam film.
Mbak Jenny berbagi kisah dan pengalamannya yang tidak mudah dalam menulis skenario Film Filosofi Kopi. Awalnya sang sutradara, Angga Sasongko, menghubunginya dan mengajaknya menulis skenario film pendek tentang kopi yang direncanakannya. Mbak Jenny pun mengiyakan dan mencoba menuliskan skenarionya. Tetapi, Angga dan juga dirinya tak begitu puas dengan hasilnya. Hingga akhirnya ide cemerlang datang untuk membuat film panjang dengan mengadaptasi cerita pendek tulisan Dewi Lestari, Filosofi Kopi. Ide pun disambut baik dan mereka segera mempersiapkan segalanya. Dari menghubungi Dewi Lestari sebagai kreator kisah tersebut sampai persiapan shooting film tersebut.
Host kesayangan kita, Emiralda Noviarti |
Menurut Mbak Jenny, menulis skenario itu serupa dengan menulis buku tetapi sebenanrnya sangat berbeda sekali. Ketika menulis buku, penulis bisa benar-benar menjadi Tuhan atas cerita yang dibuat. Sedangkan, menulis skenario tidak bisa sepenuhnya begitu. Akan ada banyak hal yang harus dipertimbangkan ketika menulis skenario. Seperti gagasan dari orang lain yang terlibat dalam film, mempertimbangkan visual dalam film, durasi film, dan karena kisah ini merupakan adaptasi dari karya orang lain, Mbak Jenny juga mengharuskan dirinya untuk berkonsultasi dengan penulis aslinya, Dewi Lestari. Dari Dewi Lestari dia mendapatkan bimbingan sehingga ide dasar dan pesan utama kisah tersebut tetap dipertahankan dan tersampaikan kepada penikmat kisah tersebut. Penulis skenario juga tak hanya memiliki hubungan dengan penikmat tulisan seperti penulis buku. Penulis skenario juga berhubungan dengan semua yang terlibat dalam film, kisah tersebut, dan juga para penonton film. Semuanya harus menjadi pertimbangan baginya dalam menulis skenario.
Mbak Jenny membutuhkan waktu sekitar 5/6 bulan untuk menyelesaikan skenario tersebut dengan beberapa draft dan perbaikan. Hingga akhirnya proses reading dan shooting film, penambahan dan pengurangan cerita pun bisa saja terjadi demi memberi makna yang lebih baik bagi para penonton dan menyempurnakan kisah dalam film tersebut.
Banyak hal menarik yang bisa dipelajari dari seorang Jenny Jusuf. Selain proses kepenulisan skenario dan pengalamannya dalam menulis skenario Film Filosofi Kopi, saya belajar bahwa menulis itu bukan hal yang mudah. Harus ada tekad, semangat, kecintaan, dan juga usaha keras untuk melakukannya sehingga membuahkan hasil yang baik. Seperti yang Mbak Jenny lakukan selama ini. Selain dia memang mencintai menulis dari usia belia, dia pun tak pernah berhenti belajar secara otodidak dari berbagai sumber yang bisa digunakan sebagai referensi belajar.
Pesan Mbak Jenny yang masih sangat saya ingat baik adalah “Menulislah sesuatu yang kamu suka dan ingin baca. Menulislah tanpa takut salah. Karena ketika kita merasa kita melakukan kesalahan, saat itu pulalah kita belajar. Mulailah menulis untuk diri sendiri.”
Mari terus menulis dan belajar. Tak perlu merasa takut. Menulislah!
Hari itu, Nivell Rayda pun melaunching buku terbarunya yang berjudul 'This Home Was Never Mine' |
Sesi foto bersama di akhir acara adalah salah satu saat yang dinanti oleh semuanya |
Mbak Ollie, Mbak Jenny, dan Mbak Emiralda |
Mas Ega, me and Mbak Ollie |
See you on next Nulisbuku Club, fellow writers, book lovers and literacy addicts :)
#NulisRandom2015 (Day 2)
#NulisRandom2015 (Day 2)
No comments:
Post a Comment