Lima tahun yang lalu, seorang teman mengajak saya datang ke Bentara Budaya untuk menyaksikan sebuah acara musik. Jazz tepatnya. Karena kami sama-sama penggila acara seni, musik terutama, cara seperti ini selalu menarik untuk didatangi. Hampir sebagian besar acara atau konser musik Jazz saya datangi selama saya tinggal di Jogja. Acara ini tak akan saya lewatkan pastinya.
Saat itu, acara itu baru buat saya. Sebagian besar orang-orang di sana pun tak saya kenal. Ternyata teman saya bilang acara itu memang baru sekali diadakan di Bentara Budaya Jogja. Dia berujar jika acara ini akan berlangsung tiap seminggu sekali. Di hari Senin acara ini akan selalu ada di sana.
Pada saat itu, para penonton hanya disuguhkan dengan suasana yang apa adanya. Tak ada tiket, tak ada panggung, dan tak ada kursi untuk penonton. Yaa, pada saat itu para penonton dipersilahkan duduk di tikar-tikar atau karpet yang disediakan oleh panitia acara. Setelah beberapa saat saya duduk, beberapa pemain pun memainkan alat musiknya. Ada juga yang bernyanyi. Ada musisi yang sudah terlihat ‘mumpuni’ dalam bermain alat musik dan ada pula yang terlihat masih berlatih. Tapi, inilah yang membuatnya unik. Mereka yang sudah ‘mumpuni’ dalam bermusik mau bersanding bersama teman-teman yang masih butuh banyak latihan. Semuanya membaur tanpa ada rasa ‘aku lebih jago dari kamu’ atau sebaliknya. Suasana itu sangat terasa ketika para panitia acara (anggota Komunitas Jazz Jogja) memberikan kesempatan bagi siapa saja yang datang untuk bermusik di hadapan semuanya.
Satu persatu penonton maju ke depan untuk bermusik bersama yang lainnya. Beberapa musisi yang sudah dikenal di kalangan penikmat musik Jogja pun ikut bergabung. Tak ada batas. Semuanya membaur. Sering kali satu persatu orang maju ke depan dan langsung berbagi tugas akan memainkan alat musik yang mana. Kemudian, mereka semua berdiskusi akan memainkan musik atau lagu apa. Semuanya dilakukan dan direncanakan seketika mereka berkumpul di hadapan para penonton, yang kami sebut sebagai ‘Jamming session’.
Jamming Session di Jazz Mben Senen, Mas Danny Eriawan dan kawan-kawan. |
Ketika musik sudah dimainkan, tak hanya musisi yang sudah dianggap ‘mumpuni’ dalam bermusik yang dapat menunjukkan kemampuan bermusiknya. Yang dianggap masih berlatih pun mendapatkan kesempatan yang sama. Karena saya sudah bertahun-tahun berada di sana, menghabiskan banyak Senin malam di sana, saya banyak menyaksikan perkembangan yang sangat baik dari para musisi yang pada awalnya datang untuk berlatih dan kemudian berkembang menjadi musisi yang baik pada akhirnya. ‘Jamming session’ memberikan kesempatan kepada semuanya yang menginginkan belajar untuk belajar dari satu sama lain. Dari musisi lain mereka bisa belajar. Dengan lebih banyaknya kesempatan untuk menunjukkan kemampuan, mereka memiliki kesempatan yang lebih untuk berlatih dan kepercayaan dirinya pun meningkat.
Buat saya, Jazz Mben Senen bukan hanya sekedar tempat nongkrong dan menikmati musik saja. Di sana saya bertemu dengan banyak sahabat, keluarga, kasih, inspirasi, dan pembelajaran hidup. Pembelajaran tentang baiknya berbagi ilmu dengan yang lain, saling menghargai, kekeluargaan, dan kesederhanaan dalam hidup.
Ada duo MC yang selalu menghibur penonton dengan lawakan khas Jogjanya, Diwa dan Si Mbah :) |
Di sana saya bisa melihat berbagai lapisan masyarakat bisa membaur, menikmati musik bersama. Tanpa batasan-batasan apapun. Kesan Jazz sebagai musik yang hanya bisa dinikmati kalangan tertentu pun tak dirasakan di sana. Acara ini pun tak mengharuskan orang untuk membeli tiket atau membayar. Semuanya gratis. Hanya saja, jika ada yang ingin menyumbang untuk perawatan peralatan atau keperluan komunitas, boleh saja. Tergantung keikhlasan masing-masing. Akan ada satu gerobak angkringan di pojokan Bentara Budaya, menyajikan minuman hangat, gorengan, dan menu nasi kucing. Semoga sampai sekarang masih ada. Karena terakhir kali saya ke sana awal tahun ini, saya tidak menemukannya ada di pojokan Bentara Budaya.
Lima tahun sudah berlalu dan sampai saat ini, jika saya berkesempatan datang ke Jogja dan bertemu hari Senin, saya menyempatkan datang ke sana. Menghabiskan Senin malam dengan menikmati musik dan bertemu sahabat-sahabat. Selamat ulang tahun Jazz Mben Senen! Mungkin saya terlambat mengucapkan ini. Tapi, suatu keharusan untuk saya mengucapkan ini karena Jazz Mben Senen begitu berkesan buat saya. Saya bangga bisa menjadi bagian di dalamnya, sebagai ‘Kancaku’ selama ini (‘Kancaku’ adalah sebutan untuk para penikmat musik yang datang ke Jazz Mben Senen).
Semoga seperti apa yang Mas Danny Eriawan selalu bilang, Jazz Mben Senen bisa selalu memberikan ruang untuk semuanya belajar berkesenian dan berkeluarga bersama-sama. Harapannya selaras dengan tujuan awal Jazz Mben Senen, selain tujuan Jazz Mben Senen yang ingin memasyarakatkan Jazz pada seluruh lapisan masyarakat. Semoga Jazz Mben Senen selalu ada dan membawa manfaat bagi semuanya.
Terakhir kali saya ke Jazz Mben Senen sekalian temu kangen dengan salah satu sahabat saya, Mbak Widhy. |
* Berikut foto kenangan Jazz Mben Senen beberapa tahun yang lalu :)
Kenangan Jazz Mben Senen beberapa tahun lalu. |
Ini juga foto Jazz Mben Senen beberapa tahun yang lalu. |
Bersama sahabat-sahabat menghabiskan Senin malam (plus ada tamu musisi-musisi dari Prancis) *foto beberapa tahun lalu. |
Bersama Mas Ical, drummer ngehits kita :P |
Me, Mbak Nuph, Yoga, Mbak Widhy. |
Mbak Widhy, Mbak Sari, Mas Ical, Mbak Nuph. |
Me and Abang Pramu. Hari Senin selalu dinanti. Thank God It's Monday :) |
Salam hangat dan kangen untuk sahabat dan keluarga saya saat di Jogja,
Resty Amalia
4 comments:
Mantap mbak, jazz mben senen memang salah satu ruang kesenian yang oke punya di Jogja
Iyaa.... setujuuuu..... :-)
suka banget sama jazz....jogja keren punya ruang seni ya.
Suka Jazz juga mb? Ayo kapan2 ngejazz bareng. Hehehe.... Jogja punya segudang ruang seni memang.... :-)
Post a Comment