Tirai coklat tua yang tengah bergelayutan semalaman di jendela kamarku tak pernah sedikit pun merasa menggigil oleh derauan angin malam ini. Tubuhku yang sudah setengah malam lebih diselimuti selimut tebal tak henti-hentinya menggigil. Mulutku terus meracau tak jelas. Aku pun setengah sesenggukan di bawah selimut yang tersorot cahaya remang-remang dari balik jendela. Butiran-butiran keringat sebiji jagung pun terus membasahi keningku. Napasku pun makin memburu. Dan mimpi buruk pun tak lagi mampu menahanku dalam lelap.
Dengan rasa takut yang luar biasa, ku sapu setiap butiran keringatku dengan jari-jariku yang juga basah. Mata ini tak juga mampu menahan air hangat yang ingin keluar dari tempatnya. Air mukaku pastilah sudah tak karuan dibuatnya. Mimpi buruk itu lagi. Mimpi tentangnya….
Dalam mimpiku aku dan dia mendayung sampan yang berbeda. Dengan sepenuh hati kami mendayung. Berharap usaha kami tak kan sia-sia hingga tepi sungai dimana kami dapat berjalan bersama menuju rumah. Rumah impian kami, dimana dialah arsiteknya dan akulah interior designernya. Rumah yang dibangun dengan mimpi yang sudah dirajut sekian lama. Sejak kami duduk di bangku kuliah. Tetapi, tiba-tiba ombak sungai yang cukup deras dan kencang pun seketika menyapu segala asa yang sudah tercipta. Segala yang terasa sudah di depan mata, seketika lenyap sudah. Kami berdua terbawa arus yang membawa kami hanyut ke arah yang berlawanan. Akankah kami dapat melanjutkan perjalanan ke tempat yang sama? Dan teriakan serta tangisanku dalam mimpi membangunkanku.
Seketika itu pula, bersegera aku berdoa untuk menenangkan diri dan menelponnya. Orang yang terpisah denganku di dalam mimpi. Suaranya selalu menenangkanku. Dalam segala situasi dan keadaan. Apa jadinya hidup ini tanpanya?
Andaikan mimpi itu diperbolehkan untuk dilanjutkan ke episode selanjutnya. Betapa bahagianya jika segala sesuatu bisa dilakukan dan dihadapi bersama. Tangisku pastilah pecah karena tak mampu bersama lagi. Mimpi yang menyesakkan seluruh isi hati. Segala perjuangan sesulit apa pun dapat dilakukan berdua pastilah lebih menyenangkan. Bukankan berdua itu lebih meringankan ketimbang sendiri? Tinggal di rumah impian bersama dan berbagi segalanya bersama. Saling menopang dan menguatkan. Memberi sandaran bagi bagian yang lain dari diri kita yang disebut sebagai teman hati. Mimpi buruk pun akan tak semengerikan ini. Aku tak lagi harus menelponnya untuk menenangkan hati yang risau.
Berdua ku bisa percaya. Sebagian diri dan hati ini selalu tak utuh karena sebagian telah terenggut terbawa olehnya. Dan karena dia ada, aku bahagia. Menemukannya bukanlah sebuah kebetulan. Radarku telah mampu menemukannya, cerminku. Karena di depannya, aku tak pernah bisa menjadi yang lain selain menjadi diriku sendiri.
I’m waiting for the time. The way is still too long. Can I just stay on your side? Hold your arm so tight…
“…Ku bahagia kau telah terlahir di dunia. Dan kau ada di antara milyaran manusia. Dan ku bisa dengan radarku, menemukanmu…” -Perahu Kertas-
-Agen Neptunus-
-Agen Neptunus-
1 comment:
Great postt thankyou
Post a Comment