Aku dan dia sudah saling tahu dan mengenal sejak balita. Karena kami duduk dan belajar di sekolah yang sama, taman kanak-kanak yang sama. Bukanlah waktu yang singkat untuk pada akhirnya aku sangat mengenalinya, dan dia sangat mengenaliku. Mengetahui kebiasaan masing-masing, kesukaan, maupun karakter masing-masing. Masa-masa dahulu sepertinya sangat berbeda dengan sekarang. Karena dunia anak-anak memang jauh berbeda dengan dunia kami yang memang dunia orang dewasa. Kami merasa kami sudah dewasa dan menyadari bahwa banyak hal yang berbeda dari sebelumnya. Segalanya berkembang. Fisik kami, pemikiran kami, kemandirian kami, dan perasaan kami pada akhirnya. Beberapa tahun berlangsung, ketika kami belajar di perguruan tinggi, begitu banyak cerita cinta yang ku lalui. Tapi, tak ada satu pun yang berakhir pada jalinan cinta yang manis dan indah.
Aku mengenal banyak pria yang dengan berbagai usaha kerasnya mendekatiku, dengan segala kebohongannya mengelabuiku, dan dengan segala janji manisnya merayuku. Dengan segala ketidaktahuanku dan ketidakpekaanku akan perasaanya, aku selalu berada bersamanya dengan hanya menganggapnya hanya sebagai ‘sahabat’. Dia, sahabat dari masa kecilku, selalu setia mendengarkan segala keluh kesah dan cerita-ceritaku, termasuk cerita-ceritaku tentang pria-pria yang berusaha mendekati dan mengambil hatiku. Banyak malam yang dia lalui hanya untuk mendengarkan cerita-ceritaku. Dia selau setia mendengarkan dan selalu berpesan padaku untuk selalu menjadikannya dewa penolongku di kala aku sedang dalam kesulitan maupun kesedihan. Dan aku tetap tak pernah tahu akan perasaan tersembunyinya itu.
Setelah dia bertahan pada perasaannya itu, dia akhirnya memberanikan diri untuk mengungkapkan segala perasaan yang telah menggelayuti hatinya selama bertahun-tahun. Dengan berbekal keberanian yang seadanya, dia hanya bilang bahwa dia sangat menyayangiku. Dia tak meminta jawaban atas perasaan yang aku rasakan kepadanya. Dan pada saat itu, dunia rasanya seperti tak terdefinisi karena aku tak pernah mengira semua itu sebelumnya. Setelah malam pengakuan itu, perasaan canggungku terhadapnya mulai timbul. Aku dan dia mulai menjauh. Tali persahabatan yang sebelumnya begitu erat terikat mulai mengendur perlahan demi perlahan. Sampai dimana aku benar-benar begitu jauh darinya dan tak ada lagi komunikasi antara aku dengannya. Kemuadian, aku mulai menjalin cinta dengan pria lain, sedangkan dia mencoba untuk memulai mempercayakan rasa sayangnya pada gadis lain.
Banyak hari sudah terlewati tanpa aku bersamanya. Sampai pada akhirnya kejadian kurang baik menimpaku dan dia. Aku tak lagi dengan pria yang terus membohongiku dan dia tak lagi memiliki rasa kasih dengan gadis idamannya. Kemudian, kami bertemu lagi, duduk bersama, kemudian saling membincangkan banyak hal termasuk perasaan kami berdua. Kini, kata hati dan perasaan tak lagi dapat membohongi satu sama lain. Kami bersatu kembali dengan perasaan yang jauh berbeda, yaitu perasaan yang lebih memiliki. Pada akhirnya aku memilih sabatku untuk menemaniku karena aku merasa aku menjadi apa adanya di sampingnya, aku merasa begitu disayangi dengan cara yang tulus, dan kami sudah sangat saling mengenal satu sama lain. Yang aku tahu sekarang, dia adalah pelindungku dan sahabat hatiku yang dengan segala kesederhanaanya selalu ada dan datang untukku. Untuk menemaniku, untuk membantukku, dan untuk menyayangiku.
Dia akan selalu datang untukku, menepati janjinya untuk selalu ada di sisiku, seperti awan yang selalu menepati janjinya kepada musim. Terima kasih, abang… Telah membuat segala kesederhanaan yang ada menjadi begitu berarti buatku dan buat kita.
No comments:
Post a Comment