Beberapa waktu yang lalu, seorang sahabat terharu bahkan menangis karena sebuah komposisi lagu. Sebuah komposisi yang dimainkan dan diperdengarkan di depan banyak orang di sebuah tempat yang hampir satu tahun ini menjadi pelarian bagi kami.
Pelarian atas kebahagiaan, kesedihan, kepenatan, kebosanan, dan segala rasa yang lain. Tempat dimana kami langsung dapat merasakan aura kehangatan, kesederhanaan, dan kebersahajaan. Tentu saja itu berlaku hanya bagi orang-orang yang ingin memaknai momen dan tempat itu sebagai arena, ajang saling menghangatkan satu sama lain dengan saling beramah tamah dan menghibur, menyederhanakan segala yang ada disana, dan mensahajakan dirinya disana.
Aku pun langsung penasaran dengan komposisi yang belum pernah kudengar saat itu. Aku beberapa waktu kemudian berkesempatan untuk mendengar komposisi itu. Pada akhirnya. Dengan sekelompok musisi memainkannya dengan sederhana. Tanpa tata ruang yang mewah. Tanpa kostum yang mewah juga. Perpaduan suara gitar, bass, drum, saxophone, dan keyboardpun mampu membius banyak orang disana. Tiba-tiba suasana hening. Pandanganku kemudian tertuju ke sekelilingku. Beberapa pasang bibir di belakanggu berhenti mengobrol, sepasang orang asing di sampingku asyik menggerakkan telapak tangannya, dan beberapa pasang mata yang menitikkan air mata dan mengusap air mata di pipi. Sekelompok musisi yang memainkannya pun tiba-tiba nampak berwajah sendu seolah sangat memahami dan merasakan esensi maupun makna dari komposisi itu.
Beberapa saat aku melakukan diskusi dengan diriku sendiri. Berdiskusi sebagai tindak lanjut dari banyak pertanyaan yang lahir di benakku setelah itu. Betapa membiusnya komposisi lagu itu bagi banyak orang disana pada saat itu. Tak ada syair dalam lagu itu. Dan kamipun mungkin tak bisa tahu langsung apa maksud sang pencipta mencipta komposisi itu. Walaupun kami paling tidak bisa menebak maknanya dari judul komposisi itu. Tapi, kami yang tidak memiliki pengalaman serupa mungkin saja tidak merasakan esensinya. Dan kali ini, alasan itu lagi-lagi tak menjawab tanyaku.
Aku bahkan mampu sangat terharu mendengar komposisi itu. Dan ketika mendengarnya, sebuah plot cerita layaknya scene film terputar di benakku seketika. Kenangan-kenangan yang mampu membuatku bersedih. Mungkin karena komposisi bernada sendu menarik pendengar untuk memutar momen-momen sendu mereka yang sudah lama mengendap dalam kenangan muncul dari persembunyiannya. Itu jawabanku berikutnya.
Setelah serangkaian lagu selesai dimainkan, aku berkesempatan untuk bertemu dan sedikit mengobrol dengan sang pencipta lagu. Dari obrolan itulah akhirnya aku mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku tadi. Sebuah komposisi yang memang tercipta dari kisah hidup dan kenangan sang pencipta. Sang pencipta lalu berkata, ‘Ketika mendengar komposisi ini, bayangkan saja wanita-wanita yang kamu kasihi. Entah itu siapa. Karena aku memang menciptanya untuk wanita-wanita yang ku kasihi dalam hidupku.’ Sejenak kemudian, aku hanya diam, tersenyum, mengiyakan, karena itu tepat dengan bayangan yang datang ketika aku mendengarkan komposisi itu.
Saat itu juga aku mendapatkan jawabannya. Orang lain pun akan mampu memahami dan merasakan makna dan pesan dari sebuah karya jika dia menikmatinya dengan hati. Walaupun karya itu tak bersyair….
(Terinspirasi dari ‘Easter’, Jazz Mben Senen, Bentara Budaya Yogyakarta)
No comments:
Post a Comment